YANG BERTAMU

KALENDER HIJRIYAH

Minggu, 19 Juli 2009

Isra Mi'raj, Peristiwa Meneguhkan Kekuatan Iman Islam

Dalam berbagai literatur, para ulama sepakat bahwa Isra Mi`raj terjadi pada 27 Rajab, tahun 11 kenabian.Bila Muhammad menjadi Nabi pada usia 40 tahun, berarti peristiwa Isra` Mi`raj itu terjadi 11 tahun berikutnya, yaitu pada saat Muhammad berusia sekiar 51 tahun.

Isra Mi`raj terbagi dalam dua peristiwa berbeda. Pertama, dalam Isra, Nabi Muhammad SAW "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa dengan menaiki buraq.

Buraq adalah kendaraan tercepat dan tak ada kendaraan menandingi kecepatannya. Buraq ini bergerak cepat dari Masjidil Haram sampai Masjidil Aqsa dari Mekah sampai Yerussalem dalam waktu cepat. Kedua, dalam Mi`raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha, tempat tertinggi.

Tatkala Nabi sampai ke langit tertinggi, Allah SWT memerintahkan Nabi agar umatnya disuruh shalat 50 kali sehari. Pada saat itu, Nabi Musa datang dan berkata bahwa perintah itu terlalu berat dan meminta Nabi agar bermohon kepada Allah SWT supaya perintah shalatnya dikurangi.

Saat Nabi berhadapan Allah SWT, Nabi meminta shalatnya dikurangi. Maka, Allah pun mengabulkannya sehingga dikurangi menjadi 45 kali sehari. Tetapi, Nabi Musa meminta kepada Nabi agar mengurangi lagi. Maka Nabi kembali ke hadapan Allah. Allah menguranginya, namun Nabi Musa menyatakan kelebihan sehingga terus dikurangi hingga shalat lima waktu menjadi yaitu Subuh (2 rakaat), Dzuhur (4 rakaat), Ashar(4 rakaat), Maghrib (3 rakaat) dan Isya (4 rakaat).

Bagi umat Islam, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berharga, karena ketika inilah shalat lima waktu diwajibkan, dan tidak ada Nabi lain yang mendapat perjalanan sampai ke Sidratul Muntaha seperti ini. Walaupun begitu, peristiwa ini membuat Rasulullah sedih karena banyak orang yang tak percaya dengan hal ini.

Namun ada sahabat Nabi yang percaya apapun yang dikatakan Nabi Muhammad SAW yaitu Abu Bakar.Dia mengatakan bahwa yang dikatakan oleh Nabi pasti benar dan Abu Bakar digelari as-Sidiq yang artinya percaya pada setiap perkataan Nabi Muhammad SAW.

Fatkhul Anas dari Peneliti Centre for Religion and Social Studies (CRSS) dalam sebuah laman, menyatakan, momentum Isra Mi`raj kali ini begitu berharga karena baru saja pilpres dilaksanakan.

Setidaknya, presiden yang baru saja terpilih bisa memetik buah kearifan dari suri teladan sejati, Rasul pilihan Ilahi. Menjadi sebuah keniscayaan bagi pemimpin bangsa untuk mengambil ibrah (pelajaran), serta contoh-contoh sifat, sikap, maupun tutur kata Nabi. Beliau adalah cahaya umat sekaligus muara percontohan.

Dalam kitab Adabu al-Alim Wa al-Muta`allim, KH Hasyim Asy`ari menuturkan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah mizanul akbar. Darinya, umat muslim disodorkan segala sesuatu mulai dari akhlaknya, sejarah beliau, serta petunjuknya. Segala sesuatu yang sesuai dengan itu maka itulah kebenaran. Ada pun yang bertentangan maka ia adalah batil. Keterangan ini adalah satu dari sekian banyak bukti keagungan Nabi.

Nabi sendiri memanglah manusia biasa. Namun, ia diberi wahyu oleh Allah (QS 18: 110). Karena beliau juga manusia biasa, umat muslim yang juga manusia biasa tentu mampu mencontohnya.

Termasuk dalam hal ibadah, Nabi menjadi panutan. Apalagi, ibadah shalat yang merupakan tiang agama, hanya kepadanya umat Islam meniru agar tidak terjadi bid`ah. Shalat yang diterima Nabi saat beliau Isra Mi`raj, adalah titik spiritualitas yang menurut Sayyed Hossein Nasr dalam buku Islam: Religion, History, and Civilization memungkinkan integrasi keberadaan seorang hamba Allah dalam keadaan pengabdian seutuhnya kepada Tuhan.

Karena, menurut ahli-ahli iman dan ihsan, aktivitas shalat adalah media penting bagi perjalanan naik menuju singgasana Tuhan berdasar pada salah satu riwayat hadis Shalat adalah salah satu perjalanan pendakian spiritual orang yang beriman (ash-shalat mi`raj al-mu`min). Itulah pentingnya shalat bagi umat Islam sehingga wajar jika untuk mendapatkannya Nabi harus naik ke Sidratul Muntaha.

Pesan shalat adalah adalah titik terpenting yang Nabi dapatkan saat Isra Mi`raj. Meski bukan hanya itu saja pesannya, Isra Mi`raj juga mengandung pesan-pesan kemanusiaan. Terbukti dari sejarah, datangnya shalat membawa dampak positif bagi umat Islam. Meski saat Nabi Mi`raj banyak Muslim Makkah yang kafir karena tak percaya, di balik itu muncul tokoh-tokoh dengan keimanan kuat. Abu Bakar adalah contoh terdekat sehingga ia dijuluki as-sidiq.

Seusai Nabi menerima perintah shalat, tak terasa Islam tersebar luas ke wilayah Yasrib (Madinah). Betapa wajah Nabi saat itu ceria karena di Makkah ia tidak mendapatkan tempat, namun di Yasrib dijadikan panutan.

Segera ia bersama umat Islam hijrah dan membangun Negara Islam di sana. Di sinilah pesan berharga Isra Mi`raj bahwa shalat sebagai kesalehan pribadi harus menjadi fondasi bagi kesalehan sosial. Jadi, tidak semestinya jika umat Islam hanya terhenti pada shalat semata, namun melupakan nilai-nilai sosial.

Iman, Ilmu dan Kearifan

Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, dalam kontek perayaan Isra Mi`raj selalu mengingatkan agar ajaran Islam hendaknya diarahkan pada upaya peningkatkan kualitas umat di bidang ilmu dan teknologi, seperti yang diamanatkan dalam Al-Quran.

"Di dalam Al-Quran, Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia agar menjelajah penjuru langit dan bumi untuk mengetahui segala rahasia alam ciptaan Allah SWT antara langit dan bumi," kata Menag.

"Dengan keterbatasan ilmu atau kemampuan, manusia tidak akan mampu menerobos luar angkasa tersebut, kecuali dengan ilmu pengetahuan," kata Maftuh sambil mengutip surat Ar Rahman ayat 33.

Ayat tersebut berbunyi, "Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan."

Berdasarkan ayat itu, kata Menag, manusia dituntut untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu membuka tabir rahasia alam semesta.

Meningkatkan kualitas SDM umat Islam adalah ibarat mengasah pisau bemata dua. Pada satu sisi perlu ditingkatkan kemampuan iptek sebagai modal dasar pembangunan fisik, di sisi lain peningkatan juga harus diupayakan dalam hal kemampuan iman dan takwa sebagai upaya penyeimbang kemajuan revolusi iptek.

"Dengan peningkatan kualitas SDM umat Islam diharapkan adanya perubahan pola pikir dan perilaku. Dari perubahan tersebut terbentuklah tatanan masyarakat yang kuat dan kokoh, tahan terhadap badai, ujian dan cobaan," kata Maftuh.

Untuk membentuk masyarakat Indonesia kokoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menurut dia, harus mencakup enam aspek kekuatan, yaitu akidah, ibadah, moral, ekonomi, persatuan dan kesatuan, serta kualitas ilmu pengetahuan dan teknologi.

Peristiwa Isra Mi`raj membimbing akal manusia untuk dapat memperkuat iman dengan ilmu. Al-Quran menegaskan bahwa keunggulan umat yang merupakan syarat kemajuannya adalah kekuatan iman dan ilmu pengetahuan.

Peristiwa Isra Mi`raj sekaligus mengingatkan bahwa keutamaan manusia, baik secara perorangan maupun kolektif seperti bangsa, terletak pada karakter yang baik. Karakter yang baik harus dilandasi iman (spiritual intelligence), ilmu (rational intelligence), dan kearifan (emotional intelligence). (Ans/Ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar